Menjaga Kisah Hutan Kita

8 Apr 2021
Reza Septian

Menjaga Kisah Hutan Kita

oleh | Apr 8, 2021

Akankah hutan-hutan di bumi ini bisa melanjutkan kisah hidupnya? Tulisan ini merupakan bagian dari penghormatan serta perayaan kami atas Hari Hutan Internasional yang jatuh pada 21 Maret lalu.

Langkah Mursid (39) terhenti. Dari kejauhan, ia melihat pantulan nyala dari sepasang bola mata yang menatap ke arahnya saat lampu senter menyorot ke salah satu cabang pohon. Perlahan sepasang mata itu bergerak pelan dan menyelinap di balik rimbunnya pepohonan di dalam kawasan hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Bogor, Jawa Barat. Sepasang mata itu berasal dari primata kecil yang dicarinya setiap malam, kukang jawa.

Sejak awal keberangkatan dari kamp pemantauan, pandangan mata Mursid tak lelah menyusuri setiap jengkal ranting mencari keberadaan satwa nokturnal – sebutan bagi satwa yang aktif di malam hari. Bersama tiga rekannya Sanusi, Yanto, dan Yudi yang tergabung dalam tim Resilience Habitat IAR Indonesia, Mursid bisa berjalan kaki menyusuri gelapnya hutan hingga lima kilometer setiap malam untuk mengamati perilaku salah satu kukang jawa hasil rehabilitasi yang telah dilepasliarkan IAR Indonesia, di kawasan TNGHS akhir Desember 2020 silam.

“Malam ini satu individu kukang jawa bernama Lolyn terpantau aktif. Ia terlihat mencari makanan favoritnya, nektar bunga kaliandra,” ujarnya sambil mencatat aktivitas harian Lolyn di atas lembaran khusus pengamatan. “Perilaku dia juga bagus sejak pertama kali dilakukan pemantauan. Semoga Lolyn bisa segera benar-benar lulus masa pemantauan ini,” ungkap Mursid berharap.

Mursid menceritakan, rutinitas malam yang telah dilakukannya sejak lama ini bukan semata mencari dan mengamati kukang, melainkan misi untuk memastikan kukang yang telah dilepasliarkan benar-benar mampu bertahan hidup di alam. Selain itu, ada hal yang selalu membuat dia serta anggota tim pemantau lainnya berbangga, yakni saat mengetahui kukang yang dicari bertahan hidup di rumah barunya.

Kawasan seluas 113.357 hektar yang menjadi rumah baru bagi kukang hasil rehabilitasi melanjutkan hidup ini dipilih berdasarkan penilaian habitat berbasis Resort Based Management (RBM) yang telah terkumpul sejak 2007 silam oleh Balai TNGHS. Untuk kukang, kawasan TNGHS ideal sebagai tempat pelestarian dan perlindungan terhadap kelangsungan hidup kukang dilihat dari sejumlah aspek yaitu keamanan kawasan, ketersediaan pakan dan naungan, daya dukung habitat, serta tingkat ancaman predator.

Tidak hanya itu, keistimewaan hutan TNGHS menjadikannya sebagai kawasan penting dalam upaya perlindungan dan pelestarian beragam jenis satwa lainnya di wilayah Jawa Barat. TNGHS sejak dahulu merupakan rumah bagi sejumlah satwa karismatik yang terancam punah seperti elang jawa, macan tutul jawa, kucing hutan, owa jawa, hingga beragam jenis burung. Lebih dari 700 jenis tumbuhan juga hidup di hutan alam yang memiliki dua puncak – Gunung Halimun (1.929 mdpl) dan Salak (2.211 mdpl).

Sementara itu, jauh di jantung pulau Kalimantan tepatnya di dalam rimba Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR), Edi, Kalis dan Dius tim pemantau orangutan tengah khusyuk memerhatikan tingkah laku Laksmi, orangutan yang diikutinya sejak pagi buta.

Tim pemantau IAR Indonesia mengamati dan mencatat perilaku orangutan hasil rehabilitasi yang telah dilepasliarkan di kawasan TNBBBR. Foto: Tim Pemantau IAR Indonesia.

Aktivitas mengamati orangutan yang telah dilepasliarkan bukanlah perkara sederhana. Kebanyakan dari anggota tim ini berasal dari warga dusun penyangga sekitar kawasan tinggal di kamp pemantauan di tengah hutan. Bahkan tak jarang, mereka harus bersiap sejak pukul tiga pagi untuk menuju pohon sarang orangutan yang jauh dari kamp. 

Setelah orangutan terbangun dari tidurnya, tim pemantau harus mengikuti pergerakan mereka sekaligus mencatat aktivitas setiap dua menit sekali. Berbekal perangkat GPS, mereka juga mencatat posisi orangutan. Jarak yang ditempuh pun mencapai belasan kilometer setiap harinya. Kondisi itu belum diperparah dengan medan terjal. “Perjalanan kami juga kerap terhenti oleh derasnya sungai yang membelah hutan.”

Kegiatan pemantauan kukang dan orangutan pascalepasliar ini merupakan salah satu komitmen yang telah dijalankan IAR Indonesia selama satu dekade terakhir. Sejalan dengan itu, IAR Indonesia juga melakukan kegiatan berupa survei dan pemantauan keragaman hayati, peningkatan kapasitas bersama petugas serta pelibatan masyarakat lokal dalam upaya perlindungan kawasan.

Upaya perlindungan bentang alam tropis nan kaya pusparagam hayati takkan terpisahkan dari program yang dijalankan IAR Indonesia. Sebab, keberadaan bentang alam yang terjaga mampu menopang kehidupan yang tak hanya bagi satwa di dalamnya, namun juga manusia dan semua makhluk hidup di Bumi. Untuk itu, IAR Indonesia berkomitmen mewujudkan kehidupan selaras antara manusia, hidupan liar, dan alam. Sepanjang tahun, IAR Indonesia memastikan tempat-tempat vital itu terjaga keasliannya melalui pemodelan komprehensif dan pendekatan holistik terhadap semua pihak untuk memastikan kekayaan tersebut tetap terjaga di dalamnya.

Dukung satwa-satwa dilindungi Indonesia dengan membagikan kisah ini di sosial mediamu atau ikut berdonasi untuk satwa-satwa di pusat rehabilitasi kami dengan mengklik link di sini.

Kabar YIARI

7
Apr 1, 2024

Perlu Diketahui! 7 Jenis Plastik ini Sering Kita Pakai 

Sobat #KonservasYIARI pada mulanya plastik diciptakan manusia sebagai pengganti paper bag, loh! Seiring berjalannya waktu plastik diproduksi secara besar-besaran.  Tidak hanya itu, kini plastik sudah menjadi pencemar lingkungan seperti kemasan plastik sekali...

7
Mar 25, 2024

Yuk Kenali Primata Indonesia dengan Status Kritis di Alam!

Kata pepatah tak kenal maka tak sayang. Oleh sebab itu Sobat #KonservasYIARI harus kenal dengan primata di Indonesia yang memiliki status Critically Endangered (CR) atau kritis di alam. Primata yang memiliki status konservasi kritis di alam menandakan bahwa primata...

Artikel Terkait