Fungsi hutan mangrove ternyata lebih banyak daripada yang kita duga, fungsi dan perannya tidak hanya melulu menahan laju abrasi pantai. Sebab, berbagai jenis biota dan fauna menghuni kawasan ekosistem satu ini, memberi manfaat bagi lingkungan maupun untuk masyarakat setempat.
Fakta Unik Hutan Mangrove
Faktanya, menurut Peta Mangrove Nasional yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2021, luas ekosistem mangrove di Indonesia mencapai 3.364.076 hektare atau 20,37% dari total luas mangrove di dunia. Angka yang besar dan luas bukan? Tentu, seiring dengan luas hutan mangrove di Indonesia, maka besar pula potensi serta manfaat yang ada.
Perlu diketahui, hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem karbon biru atau blue carbon yang dapat menyerap dan menyimpan karbon di ekosistem laut serta pesisir. Blue carbon bisa jadi satu alternatif potensial dan efektif dalam rangka mitigasi perubahan iklim. Diperkirakan, mangrove mampu menyimpan 20 Pg C (Satuan Pg C atau Pentagram Karbon digunakan untuk mengukur jumlah karbon dalam skala besar seperti pada ekosistem karbon biru) dan 70-80% tersimpan di dalam tanah sebagai bahan organik.
Hutan mangrove di Indonesia sendiri diperkirakan menyimpan 0,82-1,09 PgC (Pentagram karbon) per hektare.
Jadi, di samping manfaat hutan mangrove sebagai benteng alami penahan abrasi, keberadaannya juga diperlukan dalam kita melawan perubahan iklim. Namun, ada juga fungsi hutan mangrove yang acap kita lupakan! Yup, ekosistem hutan mangrove menjadi rumah bagi berbagai fauna dan biota laut yang membawa manfaat bagi lingkungan maupun untuk masyarakat pesisir setempat.
Apa Saja Fauna yang Ada di Hutan Mangrove?
Ada banyak jenis biota laut dan hewan-hewan yang menggantungkan hidupnya pada ekosistem hutan mangrove. Mulai dari rumah untuk hidup, mencari makan, hingga berkembang biak. Keberadaan biota laut dan fauna ini sedikit banyak punya manfaat dari sisi ekologis maupun ekonomis.
Namun sebelumnya, mengutip dari blog LindungiHutan, berikut 5 hewan yang hidup di hutan mangrove!
1. Kepiting
Hewan ini akan banyak ditemui ketika kamu berkunjung ke hutan mangrove. Dari berbagai jenis kepiting, kepiting bakau atau Scylla spp. Memiliki banyak manfaat salah satunya bagi ekosistem mangrove itu sendiri.
Kepiting bakau memiliki berbagai peran penting di hutan mangrove. Saat kepiting bakau makan, daun pohon bakau menjadi lebih mudah terurai oleh tanah. Mereka juga berkontribusi dalam proses perputaran energi. Selain itu, lubang-lubang yang mereka buat membantu memperlancar pertukaran udara.
Selain manfaat ekologis, kepiting bakau juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Budidaya kepiting bakau relatif mudah karena laju pertumbuhannya yang cepat dan daya tahannya yang lebih tinggi dibandingkan jenis kepiting lainnya.
2. Kelomang Mangrove
Kelomang dalam bahasa Inggris disebut sebagai hermit crab atau ketam pertapa atau kepiting pertapa. Salah satu jenis kelomang yang dapat ditemukan di kawasan hutan mangrove adalah kelomang mangrove atau Clibanarius sp.
Di seluruh dunia, terdapat sekitar 1.600 spesies kelomang yang telah teridentifikasi. Di Indonesia sendiri tercatat kurang lebih 160 spesies hanya di wilayah intertidal.
Kelomang mangrove bisa hidup di air dan darat dengan ciri khas kaki bergaris biru dan sering berganti kulit. Setelah berganti kulit, tubuh mereka membesar sehingga cangkangya terasa sempit, memaksa mereka mencari cangkang baru di pantai. Jika tidak menemukan cangkang kosong, kelomang akan bertarung dengan kelomang lain untuk mendapatkannya.
3. Ikan glodok
Periophthalmus sp atau Mudskipper atau ikan gelodok adalah satu-satunya ikan yang dapat hidup di hutan mangrove. Ciri khasnya adalah mata menonjol untuk melihat mangsa dari jauh. Ikan lumpur ini suka melompat di sela-sela akar mangrove dan berjalan di atas lumpur dengan siripnya.
Ikan glodok bisa hidup di air dan lumpur mangrove. Selain ikan glodok,hutan mangrove juga dihuni oleh ikan belanak, kuwe lilin, kakap, dan bandeng.
4. Burung
Berbagai jenis burung hidup di ekosistem hutan mangrove seperti ibis putih, pelican cokelat, cikalang, komoran, burung bakau, bangau, dan elang ekor merah. Bahkan beberapa jenis di antaranya dilindungi seperti Pecuk Ular (Anhinga melanogaster), Bintayung (Freagata andrewsi), Kuntul Perak Kecil (Egretta garzetta), dan sebagainya.
Di Hutan Mangrove Karang Sewu Bali, tercatat ada delapan jenis burung dengan status Least Concern (LC) yang terdiri dari Cagak Asia, Cekakak Sungai, Cerek Asia, Kokokan Laut, dan lain sebagainya (Pettalolo, 2020).
Habitat ini berfungsi sebagai tempat tinggal, bersarang, mencari makan, dan beristirahat. Ekosistem hutan bakau menyediakan banyak sumber makanan seperti ikan, udang, kepiting, dan moluska.
5. Monyet
Terdapat beberapa jenis monyet yang diketahui menjadi penghuni hutan mangrove. Salah satu jenis monyet yang terkenal menghuni hutan mangrove adalah bekantan, monyet endemik di Pulau Kalimantan. Primata ini beraktivitas dari pagi hingga sore hari dan ketika menjelang sore maka akan mencari pohon untuk istirahat.
Di Ekowisata Mangrove PIK, Jakarta, terdapat populasi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang memanfaatkan flora mangrove jenis Avicennia officinalis untuk rumah dan tidur.
Hutan Mangrove Hilang, Penghuninya juga Ikut Terancam
Sayangnya, luas hutan mangrove tidak serta merta menjamin lestari keberadaannya. Tak sedikit hutan mangrove yang mengalami alih fungsi lahan sehingga mengancam kelangsungan makhluk hidup yang tinggal di sana.
Di Desa Bedono Kecamatan Sayung Kabupaten Demak, terdapat sebuah kampung yang kini tenggelam terendam air laut akibat adanya abrasi. Kurang lebih 200 keluarga memilih meninggalkan rumah dan kampungnya untuk mencari tempat tinggal lebih baik. Namun tidak dengan Mak Jah, puluhan tahun dirinya memilih untuk tinggal dan menetap bersama keluarga kecilnya demi hutan mangrove yang lestari dan juga hewan-hewan yang tinggal di dalamnya.
“Sekarang tinggal aku saja, lha kalau ditinggal pergi terus enggak ada yang ngerawat, lha ini aku merasa kasihan burungnya lah, lha kalau enggak dikasih ini (mangrove) burungnya tinggal di mana? Tak kasih mangrove tak sulam-sulam bisa jadi rumah burung, burungnya banyak,” Ungkap Mak Jah.
Sementara di Kampung Laut Cilacap, hutan mangrove yang hilang berpengaruh terhadap nelayan yang kesulitan mendapatkan hasil tangkapannya. Rusaknya hutan mangrove Segara Anakan jelas berimbas kepada masyarakat/nelayan yang kebanyakan menggantungkan hidupnya dari hasil laut.
“Saya rasa luas hutan mangrovenya memang berkurang, penangkapan ikannya juga berkurang, lokasi ikannya sulit dicari dibandingkan dulu,” Jelas Jana, mantan nelayan dari Kampung Laut Cilacap.
Jana menjelaskan bahwa luas hutan mangrove yang berkurang juga menyebabkan berkurangnya tangkapan kepiting.
“Kalau dulu sama sekarang itu jauh lah pendapatannya, kalau dulu itu kan sungai-sungai masih lebar, hutan-hutan masih utuh, kalau sekarang makin berkurangnya hutan mangrove, sungai-sungai mengecil, jadi nelayan pas jaring atau menangkap kepiting itu berkurang,” Sambung Jana.
About LindungiHutan
LindungiHutan adalah start-up lingkungan yang berfokus pada aksi konservasi hutan dan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. Sebanyak 800 RIBU POHON lebih telah ditanam bersama 506 brand dan perusahaan. Kami menggandeng masyarakat lokal di 47 lokasi penanaman yang tersebar di Indonesia. Kami menghadirkan beberapa program seperti The Green CSR, Collaboratree dengan skema Product Bundling, Service Bundling dan Project Partner, serta program Carbon Offset.
Contact
Intan Widianti Kartika Putri
Head of Partnership
Email: kartika@lindungihutan.com
Phone: +62 823-2901-5769
Jl. Lempongsari 1 No. 405, Lempongsari, Gajah Mungkur, Kota Semarang 50231
Website: https://lindungihutan.com/