Ketua Umum International Animal Rescue (IAR) Indonesia, Tantyo Bangun mengatakan, orang tertarik membeli ataupun memelihara orang hutan, kadang hanya melihat lucunya. Apalagi saat orangutan masih bayi.
“Orang nggak sadar, lucunya itu hanya di awal. Sementara penyakitnya itu di kemudian hari,” katanya kepada Tribun, Selasa (22/8/2017).
Lalu apa sebenarnya bahaya dari hewan asli Indonesia ini? Tantyo melanjutkan, saat masih bayi, orang akan merawat orangutan seperti anaknya sendiri. Namun setelah orangutan berusia dua tahun, orangutan sudah cukup besar dan mempunyai tenaga yang kuat. Lucunya pun sudah hilang.
“Kemudian dimasukkan dalam kandang dan dirantai. Kalau sudah seperti ini biasa hanya diberi makan. Orangutan tak lagi dirawat sepeti saat masih lucu,” katanya.
Akibat tidak terawat, penyakit-penyakit datang. Tantyo mengingatkan, penyakit orangutan sama dengan penyakit pada manusia. Orangutan bisa terkena hepatitis, TBC dan penyakit menular lainnya sebagaimana manusia.
“Penyakit menular ini yang bisa kena ke orang yang memelihara. Untung kalau kena ke yang sudah tua. Coba kalau kena ke anaknya. Tiba-tiba anaknya kena TBC, lalu bingung apa penyebabnya. Padahal saat membeli orangutan, itu dia sudah membeli penyakit,” jelas Tantyo.
Menurutnya, bukan satu atau dua orangutan yang sudah diamankan dari kandang terjangkit penyakit menular. Bahkan karena penyakitnya itu orangutan tak bisa dilepasliarkan.
“Karena kalau kita lepasliarkan, dia akan menularkan ke orangutan yang lain. Itu sudah ketentuannya. Kita nggak boleh melepasliarkannya. Jadi, ke habitat orangutan saja tidak boleh, apalagi ke manusia,” katanya.
Tingginya resiko bahaya ini, tentu harus diketahui masyarakat. Sangat bijak ketika kita tidak membeli orangutan untuk dipelihara di tempat tinggal. “Kalau mau aman, jangan pelihara orangutan,” katanya.