Konflik Orang Utan-Manusia Makin Mengkhawatirkan

8 Jun 2016
Heribertus Suciadi

Konflik Orang Utan-Manusia Makin Mengkhawatirkan

oleh | Jun 8, 2016

KONFLIK orang utan dengan manusia semakin sering terjadi di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Habitat alam yang rusak akibat eksploitasi hutan menjadi penyebab utama konflik.

“Tidak kurang ada tujuh kali gangguan dari orang utan selama sebulan ini. Mereka mengambil pisang, nangka, serta asam kandis di kebun kami, dan melarikannya ke hutan,” kata Salphia, 40, warga Dusun Batupura, Desa Tanjungpura, Ketapang, Selasa (7/6).

Potensi konflik orang utan dengan manusia di Desa Tanjungpura terbilang tinggi karena padatnya populasi primata tersebut. Survei Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) pada 2014 memperkirakan ada 300 orang utan bermukim di sekitar desa ini. Sementara itu, ketersediaan pakan mereka semakin menipis akibat alih fungsi lahan.

“Kondisi hutan juga banyak terputus (gersang) akibat kebakaran pada tahun lalu, sehingga tidak ada lagi pakan buat orang utan,” ungkap anggota tim mitra YIARI Ketapang Syarifuddin.

YIARI sudah merekomendasikan agar hutan di Desa Tanjungpura tidak dibuka untuk perkebunan kelapa sawit. Hal ini untuk mencegah konflik terbuka antara orang utan dan penduduk setempat. Walaupun ditentang sebagian warga, ekspansi perkebunan kelapa sawit tersebut tetap berjalan sejak akhir tahun lalu.

Kebun kelapa sawit bakal mengonversi 1.400 hektare hutan di desa yang berada di Kecamatan Muara Pawan tersebut. Potensi konflik orang utan dengan warga pun dikhawatirkan meluas seiring legalitas perubahan kawasan.

“Kami khawatir konflik di Desa Tanjungpura semakin parah, seperti yang terjadi di Desa Mayak,” ujar Koordinator Human-Orangutan Conflict Response Team YIARI Juanisa.

Dia mengatakan konflik orang utan dengan warga di Desa Mayak dilaporkan meningkat, yakni dari 40 kasus pada 2014 menjadi 65 kasus pada 2015. Eskalasi konflik terjadi sejak wilayah yang bertetangga dengan Desa Tanjungpura itu dikepung perkebunan kelapa sawit.

Manajer Program YIARI Ketapang Gail Campbell-Smith menyatakan perlu ada upaya untuk menghubungkan hutan-hutan tersisa agar menjadi koridor bagi orang utan. Dengan demikian, mereka dapat berpindah-pindah untuk mencari makan, tapi tetap berada di kawasan hutan dan tidak mengganggu warga.

“Perlu kerja sama dari semua pihak, terutama pemerintah dan pemilik perkebunan kelapa sawit agar skema (rencana) ini segera tercapai,” tegasnya. (OL-2)

Sumber: http://www.mediaindonesia.com/news/read/49411/konflik-orang-utan-manusia-makin-mengkhawatirkan/2016-06-07

Dukung satwa-satwa dilindungi Indonesia dengan membagikan kisah ini di sosial mediamu atau ikut berdonasi untuk satwa-satwa di pusat rehabilitasi kami dengan mengklik link di sini.

Kabar YIARI

7
Jul 15, 2024

Flora dan Fauna di Indonesia: Definisi, Jenis, Karakteristik

Hai, sobat #KonservasYIARI! Jika seseorang bertanya, "Apa saja kekayaan alam berupa flora dan fauna di Indonesia?" banyak dari kita akan langsung menyebut Rafflesia arnoldii, anggrek hitam, komodo, dan badak jawa. Nama-nama ini mungkin sudah tidak asing lagi, namun...

7
Jul 4, 2024

Lima Prinsip Kesejahteraan Satwa yang Harus Kamu Ingat!

Pasti Sobat #KonservasYIARI mendambakan hidup sejahtera dan bebas, bukan? Seperti halnya manusia, hewan juga merupakan makhluk hidup yang berhak menikmati kehidupan yang bebas dan sejahtera. Kesejahteraan hewan, yang dikenal dengan lima prinsip kebebasan...

7
Jun 26, 2024

Hutan Mangrove, Rumah bagi Biota dan Fauna yang Mesti Dilindungi

Fungsi hutan mangrove ternyata lebih banyak daripada yang kita duga, fungsi dan perannya tidak hanya melulu menahan laju abrasi pantai. Sebab, berbagai jenis biota dan fauna menghuni kawasan ekosistem satu ini, memberi manfaat bagi lingkungan maupun untuk...

Artikel Terkait