KETAPANG – International Animal Rescue Indonesia/Yayasan IAR Indonesia (YIARI) bersama dengan Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam Seksi Konservasi (BKSDA) Kalbar dan Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR), untuk kali pertama, melakukan pelepasliaran dua orang utan rehabilitasi. Pelepasan tersebut dilakukan di Resor Mentatai, Dusun Juoi, Kecamatan Menukung, yang termasuk dalam kawasan TNBBBR, Kabupaten Melawi, Senin (27/6).
Dua orang utan rehabilitasi ini bernama Butan dan Marsela. Selain Butan dan Marsela, YIARI juga melepaskan satu individu orang utan liar bernama Sabtu. Sabtu adalah orang utan liar berusia sekitar 25 tahun, yang diselamatkan dari perkebunan warga di Sungai Awan Kiri, Kecamatan Muara Pawan, Maret lalu. Orang utan jantan dewasa dengan cheekpad ini terusir dari habitatnya dan masuk ke kebun warga, karena hutan tempat tinggalnya sudah habis terbakar.
Sabtu menjalani perawatan di Pusat Penyelamatan dan Konservasi YIARI di Ketapang untuk memulihkan kondisinya agar siap kembali ke alam bebas. Berbeda dengan Sabtu, Butan dan Marsela adalah orang utan yang diselamatkan YIARI ketika masih berusia sekitar 2 – 3 tahun. Ketika diselamatkan mereka tidak bisa langsung ditranslokasi, karena mereka tidak mempunyai kemampuan bertahan hidup yang seharusnya diajarkan induknya. Butan dan Marsela sama-sama diselamatkan dari perkebunan kelapa sawit yang menghancurkan habitatnya.
“Di habitatnya, bayi orang utan hidup bersama induknya dari lahir sampai berusia 7 – 8 tahun,” jelas Gail Campbell-Smith, manajer Program YIARI. “Ketika bayi orang utan ditemukan sendirian, hampir bisa dipastikan induknya sudah mati,” tambahnya lagi.
Kondisi Butan sangat memprihatinkan ketika diselamatkan di tahun 2011. Dia diselamatkan dari kasus pemeliharaan oleh warga di areal Laman Satong, Kecamatan Matan Hilir Utara. Butan bahkan nyaris mati karena penyakit malaria. Segera setelah diselamatkan, Butan tinggal di klinik YIARI dan mendapatkan perawatan intensif. Setelah 6 bulan mendapatkan perawatan, Butan dinyatakan sembuh total oleh tim medis YIARI. Selain Butan, Marsela juga berasal dari areal Laman Satong, dari perkebunan sawit PT Kayong Agro Lestari (KAL) di Ketapang. Anak orang utan yang masih liar ini ditemukan tanpa induknya oleh satpam perusahan tersebut, pada Oktober 2012 yang segera melaporkan temuannya kepada petugas BKSDA dan diserahkan kepada YIARI. Setelah menjalani masa karantina, Butan dan Marsela menjalani rehabilitasi di sekolah hutan, di mana mereka akan belajar untuk memanjat, mencari makan, membuat sarang, serta mempelajari berbagai kemampuan bertahan hidup lainnya. Setelah dirasa mereka sudah menguasi kemampuan bertahan hidup, mereka akan dipindahkan ke pulau pre-release untuk di-monitoring.
Tim medis YIARI juga sudah memastikan bahwa ketiga orangutan ini sudah dalam kondisi yang sehat dan siap untuk dikembalikan ke habitatnya. “Orang utan ini sudah melalui prosedur karantina dan sudah dilakukan beberapa macam tes untuk memastikan bahwa dari sisi kesehatan orang utan ini siap untuk kembali ke habitatnya,” jelas Ayu Budi Handayani, animal Care Manager IAR.
Tim pelepasanan bersama dengan orang utan berangkat dari Pusat Penyelamatan dan Konservasi Orangutan Yayasan IAR Indonesia (International Animal Rescue) di Ketapang sejak Jumat sore, dengan seremonial yang dihadiri oleh Kepala BKSDA SKW I, Ruswanto.
Setelah menempuh perjalanan selama darat selama 40 jam, perjalanan dilanjutkan dengan perahu, menyusuri sungai selama 1 jam, di mana kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki selama 4 jam dengan melibatkan 12 porter. Sabtu dilepaskan pada 28 Juni. Ketika dilepaskan, Sabtu langsung keluar dari kandang transport dan langsung memanjat tinggi. Sementara Butan dan Marsela dilepaskan sehari kemudian, setelah diistirahatkan di kandang habituasi selama semalam. Ketika dilepaskan, Butan dan Marsela langsung memanjat pohon tinggi, menjelajahi area sekitar titik pelepasan dan mencari makan. “Ini merupakan pertanda bagus bahwa orangutan ini akan mampu bertahan hidup di sini. Sejak awal rehabilitasi, Butan dan Marsela mempunyai perilaku alami yang bagus. Mereka sudah bisa memanjat tinggi, dan mencari makan sendiri. Bahkan mereka tinggal di hutan, selalu membuat sarang dan tidak pernah pulang ke kandang,” ungkap Karmele Llano Sanchez, direktur Program YIARI.
Karena kondisi dan perilaku alaminya semakin bagus, YIARI mulai mengambil data perilaku mereka dan memasukkan mereka ke dalam kandidat rilis. “Proses rehabilitasi orang utan sangat panjang dan setelah pelepasan orangutan tersebut masih akan diikuti oleh tim monitoring di hutan dengan mengunakan alat radiotracking selama sampai 1 atau 2 tahun,” tambahnya. (afi)
Sumber: http://www.pontianakpost.com/kembali-tiga-orang-utan-dilepasliarkan