KETAPANG – Dua orangutan kembali dievakuasi dari warga yang memeliharanya pada 14 Februari lalu. Satu orangutan betina dievakuasi dari Desa Manis Mata Kecamatan Manis Mata. Orangutan betina ini diperkirakan berumur 5-6 tahun dan sudah dipelihara oleh Ari Yanto selama 3 bulan.
Sedangkan satu orangutan lagi dievakuasi dari Desa Air Hitam Besar Kecamatan Kendawangan. Evakuasi Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) ini dilakukan oleh tim dari International Animal Rescue (IAR) dan Balai Konservasi SumberDaya Alam (BKSDA) Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang.
Pemilik orangutan di Manis Mata, Ari Yanto, mengaku mendapatkan orangutan tersebut dengan cara membelinya dari seseorang di daerah Jambi Kecamatan Manis Mata.
Dia membeli orangutan ini seharga Rp1,1 juta karena kasihan melihat kondisi orangutan. “Dulunya kurus, sekarang sudah agak gemuk selama saya pelihara,” katanya.
Ia menjelaskan, selama dipelihara kurang lebih 3 bulan, ia memberikan makanan yang layak.
“Biasanya saya kasih makan pisang dan air gula. Kadang nasi sama kuah asam juga mau. Sehari saya keluar uang Rp15 ribu untuk kasih makan orangutan ini,” jelasnya.
Ia mengetahui jika orangutan merupakan satwa dilindungi. Ia pun menyerahkan orangutan ini kepihak berwenang. Orangutan yang diberinama Ami ini ditempatkan di kandang kayu berukuran 1×1,5 meter dengan tinggi sekitar 1 meter.
“Sebelumnya orangutan ini saya pelihara di dapur, tapi karena kotor dan bau, akhirnya orangutan ini saya buatkan kandang di bekang,” ujarnya.
Di hari yang sama, satu bayi orangutan berjenis kelamin betina juga berhasil dievakuasi. Orangutan yang berusia sekitar 7 bulan dievakuasi dari seorang warga di Kampung Hilir Danau Limau Desa Air Hitam Besar Kecamatan Kendawangan. Pemiliknya mengaku sudah memelihara bayi orangutan ini selama 3 bulan.
Selama dipelihara, orangutan yang diberi nama Vena ini dirawat sepertianak sendiri. “Saya merasa orangutan ini sudah seperti anaksaya sendiri,” ungkap pemelihara bayi orangutan, Bahiyah.
Dia mengaku mendapatkan orangutan ini dari seseorang. Tidak hanya kali ini, sebelumnya ia juga pernah memelihara satu orangutan. “Saya teringat pada si Boy orangutan yang sebelumnya pernah saya miliki, dan saya merasa sedih kehilangan si Boy. Saya tidak bisa tidur selalu dan selalu kepikiran sama Boy. Akhirnya ada seseorang yang memberikan bayi orangutan ini kepada saya untuk dipelihara,” jelasnya.
Walaupun pemeliharaan orangutan merupakan pelanggaran hukum, kasus pemeliharaan orangutan memang masih banyak terjadi di Ketapang. Selama tahun 2016 tidak kurangada 12 individu orangutan yang diselamatkan dari kasus pemeliharaan. Sementara itu, di awal tahun ini saja sudah ada 3 penyelamatan orangutan yang dipelihara oleh warga.
Pada kasus pemeliharaan bayi orangutan, hampir dapat dipastikan bahwa induk orangutan dibunuh untuk mendapatkan anaknya. Normalnya, bayi orangutan akan tinggal bersama induknyasampi usia 6-8 tahun. Selama anaknya belum berusia cukup untuk hidup mandiri, induk orangutan akan selalu mati-matian menjaga anaknya.
“Proses rehabilitasi dan persiapan untuk dikembalikan kealam tidak mudah dan cukup lama. Bayi orangutan masih butuh waktu cukup panjang, sampai bertahun-tahun untuk bisa direhabilitasi dan dikembalikan ke habitat aslinya. Biayanya juga sangat besar. Di tempat rehabilitasi orangutan kami di Ketapang sudah ada 108 orangutan, dan itu adalah tanggungjawab besar bagi kami,” kata Manajer Operasional IAR Ketapang, drh Adi Irawan.
Ketua Program IAR Indonesia, Karmele L. Sanchez, menegaskan, sudah saatnya semua orang yang memelihara orangutan menyadari bahwa, jika mereka terus menurus melakukan pelanggaran hokum ini, orangutan akan segera punah. “Orang yang menemui orang yang menjual orangutan seharusnya tidak membeli orangutan itu dan segera melaporkannya ke pihak berwajib,” tegasnya.
“Jika masyarakat tidak mau bekerja sama menyerahkan orangutan, maka diperlukan penegakan hukum,” tambahnya. (afi)
http://www.pontianakpost.co.id/ami-vena-dievakuasi