Mengenal Yaki, si Monyet Hitam Endemik Sulawesi

5 Sep 2024
Admin YIARI

Mengenal Yaki, si Monyet Hitam Endemik Sulawesi

oleh | Sep 5, 2024

Halo Sobat #KonservasYIARI!

Pulau Sulawesi adalah rumah bagi beberapa primata unik, termasuk yaki, yang hanya dapat ditemukan di wilayah ini.

Dikenal juga dengan nama ilmiah Macaca nigra atau Celebes Crested Macaque dalam bahasa Inggris, yaki memiliki berbagai nama lokal seperti monyet hitam sulawesi, bolai, dan wolai.

Berbeda dengan kera, yaki adalah jenis monyet yang memiliki ekor.

Sayangnya, yaki termasuk primata yang status konservasinya sangat kritis atau terancam punah di alam liar. Mari berkenalan lebih dekat dengan yaki dan pentingnya upaya konservasi untuk menjaga keberlangsungan spesies ini!

Pengenalan Yaki: Ciri Khas, Pakan, Sebaran, dan Habitat Alaminya

Yaki memiliki tubuh berwarna hitam, jambul di kepala, dan pantat merah muda. Pada musim kawin, pantat betina yaki membesar dan berwarna merah terang.

Perlu diingat, yaki adalah monyet dengan ekor pendek sekitar 20 cm, bukan kera. Yaki omnivora, memakan daun, bunga, biji, buah, umbi, serangga, moluska, dan invertebrata kecil. Spesies ini endemik di utara Sulawesi, khususnya di Cagar Alam Tangkoko-Batuangus, hidup di hutan primer dan sekunder dari dataran rendah hingga ketinggian 2.000 meter

Baca juga: Yuk Kenali Primata Indonesia dengan Status Kritis di Alam!

Perilaku Sosial dan Struktur Komunal Yaki 

Yaki memiliki struktur sosial yang terorganisir dengan baik, biasanya hidup dalam kelompok besar yang terdiri dari beberapa laki-laki, perempuan, dan anak-anak mereka. Kelompok ini dapat mencakup 5 hingga 25 individu, tetapi kelompok lebih besar dengan anggota hingga 100 individu juga telah diamati.

Dalam kelompok, yaki menunjukkan hierarki yang jelas dimana dominasi ditentukan melalui kekuatan dan usia, serta interaksi sosial seperti grooming (membersihkan bulu) yang memainkan peran penting dalam pembentukan dan pemeliharaan ikatan sosial.

Kelompok Macaca nigra atau Yaki (R.Rahasia  | CC BY-SA 4.0 DEED | Wikimedia)

Interaksi antar anggota kelompok sering melibatkan perilaku bermain, saling menjaga, dan berbagi makanan, yang semuanya vital untuk koherensi sosial mereka.

Yaki juga terkenal dengan perilaku vokalisasi mereka yang rumit, yang digunakan untuk komunikasi dalam kelompok saat mencari makan atau menghadapi ancaman.

Selain itu, mereka mengadakan pertemuan rutin yang tampaknya bertujuan untuk memperkuat hubungan sosial dan hierarki dalam kelompok.

Ancaman Utama terhadap Kelangsungan Populasi Yaki

Inilah beberapa ancaman utama terhadap kelangsungan populasi yaki:

1. Kehilangan habitat

Kehilangan habitat merupakan ancaman paling serius yang dihadapi yaki di Sulawesi. Akibat ekspansi lahan pertanian, khususnya untuk perkebunan kelapa sawit dan coklat, serta pembangunan infrastruktur, luas hutan tempat yaki hidup terus berkurang.

Pembukaan lahan ini mengurangi area yang dapat digunakan untuk mencari makan dan berteduh, sekaligus memisahkan populasi yaki menjadi kelompok-kelompok kecil yang terisolasi.

Hal ini mengurangi kesempatan mereka untuk bertemu dan berkembang biak dengan yaki dari kelompok lain, yang secara jangka panjang dapat mengurangi keanekaragaman genetik dan kemampuan adaptasi populasi.

2. Perburuan

Perburuan menjadi ancaman utama lainnya bagi yaki, terutama untuk dikonsumsi sebagai daging bushmeat. Praktik ini terus berlanjut meskipun adanya hukum yang melarang perburuan yaki, biasanya karena kurangnya penegakan hukum dan kesadaran masyarakat lokal tentang status konservasi yaki.

Akibatnya, banyak yaki yang mati sebelum mencapai usia reproduksi, yang secara dramatis mengurangi kemampuan populasi untuk mempertahankan jumlah mereka, dan meningkatkan risiko kepunahan jangka panjang.

3. Konflik manusia-satwa liar

Konflik antara yaki dan manusia terjadi ketika yaki memasuki area pertanian untuk mencari makan, yang sering terjadi karena habitat alami mereka yang menyusut.

Petani, yang merasa terancam oleh kerugian ekonomi akibat rusaknya tanaman, biasanya mengambil tindakan keras, seperti pembunuhan atau pengusiran yaki. Selain membahayakan yaki, tindakan tersebut juga menciptakan siklus negatif antara manusia dan yaki, di mana tidak ada kepercayaan atau toleransi.

4. Perdagangan hewan peliharaan ilegal

Meskipun lebih sedikit dibandingkan dengan perburuan untuk daging, perdagangan yaki sebagai hewan peliharaan masih berlangsung dan berkontribusi terhadap penurunan populasi.

Anak yaki sering diculik dari ibu mereka dan dijual di black market, menyebabkan gangguan pada dinamika sosial kelompok dan meninggalkan anak yaki tanpa perlindungan dan asuhan yang diperlukan untuk bertahan hidup di alam liar.

5. Diversitas genetik terbatas

Populasi yaki yang terisolasi di Sulawesi menghadapi masalah diversitas genetik yang terbatas, membuat mereka rentan terhadap penyakit dan perubahan iklim.

Karena terbatasnya variasi genetik, penyakit baru atau perubahan lingkungan yang drastis bisa menyapu populasi yang tidak memiliki ketahanan genetik terhadap ancaman tersebut. Ini juga membatasi kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan perubahan habitat atau sumber makanan seiring waktu, memperburuk risiko kepunahan mereka.

Kontribusi Yaki dalam Penyebaran Biji dan Peran Ekologis

Berikut kontribusi yaki dalam penyebaran biji dan peran ekologis:

1. Penyebaran biji

Yaki berperan penting dalam proses penyebaran biji di hutan Sulawesi. Ketika mereka mengonsumsi buah, biji-biji tersebut melewati sistem pencernaan mereka lalu dibuang melalui kotoran di lokasi berbeda dari tempat buah tersebut dikonsumsi.

Proses ini menyebarluaskan biji ke area baru yang mungkin tidak terjangkau oleh proses alami lainnya, serta menempatkan biji dalam kondisi yang lebih baik untuk berkecambah, karena biji tersebut sering kali dibuang bersama dengan pupuk alami dalam bentuk kotoran yaki.

Ini membantu dalam regenerasi dan pertumbuhan hutan, serta mendukung keanekaragaman tumbuhan yang lebih besar.

2. Pemeliharaan keanekaragaman hayati

Dengan mengonsumsi dan menyebarkan biji dari berbagai jenis tumbuhan, yaki berkontribusi secara langsung terhadap pemeliharaan keanekaragaman hayati. Aktivitas mereka mendukung keseimbangan ekologis yang memungkinkan berbagai spesies tumbuhan untuk berkembang, yang penting untuk stabilitas dan kesehatan ekosistem hutan.

Keanekaragaman tumbuhan yang lebih tinggi mendukung berbagai jenis fauna, juga menciptakan ekosistem yang kaya dan resilien.

3. Peran dalam rantai makanan

Sebagai omnivora, yaki memiliki peran kunci dalam rantai makanan hutan Sulawesi. Mereka mengonsumsi serangga dan invertebrata kecil, membantu mengontrol populasi serangga dan mempertahankan kesehatan vegetatif ekosistem.

Kegiatan pemangsaan ini menciptakan keseimbangan antara populasi predator dan mangsa, mengurangi risiko satu spesies tertentu akan menjadi dominan, yang bisa merugikan ekosistem secara keseluruhan.

4. Interaksi dengan spesies lain

Aktivitas harian yaki sering menarik perhatian atau memicu interaksi dengan spesies lain dalam ekosistem, termasuk predator dan kompetitor.

Misalnya, keberadaan yaki menandakan sumber makanan yang kaya bagi predator seperti elang dan ular. Meskipun interaksi ini kadang-kadang kompetitif atau melibatkan pemangsaan, mereka adalah bagian dari dinamika ekologis yang lebih besar, membantu menjaga keseimbangan alam dan kesehatan ekosistem.

Upaya Konservasi Pelestarian Yaki

Melalui kebijakan, pemerintah Indonesia memasukkan yaki ke dalam daftar satwa dilindungi, yaitu terdaftar di Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (PERMEN LHK) Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018.

Sementara itu. International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List mengkategorikan Yaki sebagai primata dengan status kritis di alam (critically endangered).

Ajakan Aksi Forum F21 ‘Malo Makang Yaki’ 2015 (@TasikokiEdu  | Twitter)

Lebih lanjut, berikut beberapa upaya konservasi pelestarian yaki:

  • Pembentukan dan pengelolaan cagar alam: wilayah seperti Cagar Alam Tangkoko-Batuangus telah ditetapkan sebagai habitat lindung untuk yaki. Pengelolaan area konservasi ini termasuk patroli rutin untuk mencegah perburuan ilegal dan pengawasan terhadap aktivitas manusia yang dapat mengganggu habitat yaki.
  • Restorasi habitat: program restorasi dilakukan untuk memperbaiki dan mengembalikan habitat yang telah rusak akibat deforestasi. Ini melibatkan penanaman kembali pohon-pohon asli dan rehabilitasi lahan untuk mendukung keberlangsungan populasi yaki di alam liar.
  • Program edukasi: meningkatkan kesadaran masyarakat lokal mengenai pentingnya yaki dan dampak negatif dari perburuan serta perdagangan ilegal. Edukasi di sekolah-sekolah dan melalui media sosial berfungsi untuk menyebarkan informasi tentang nilai konservasi yaki.
  • Keterlibatan masyarakat: mendorong masyarakat lokal untuk terlibat langsung dalam konservasi melalui pekerjaan sebagai pemandu ekowisata atau penjaga hutan. Selain membantu konservasi, program ini juga menawarkan alternatif ekonomi kepada masyarakat yang sebelumnya mungkin bergantung pada eksploitasi sumber daya hutan.
  • Studi ekologis dan genetik: penelitian terus dilakukan untuk memahami lebih baik perilaku, kebutuhan habitat, dan struktur genetik populasi yaki. Informasi ini penting untuk mengembangkan strategi konservasi yang efektif dan disesuaikan dengan kebutuhan spesifik yaki.
  • Monitoring populasi: program monitoring secara teratur membantu melacak jumlah populasi yaki, distribusi mereka, dan dinamika populasi. Ini penting untuk menilai keefektifan upaya konservasi yang sedang berlangsung dan untuk mengidentifikasi area yang memerlukan perhatian lebih.
  • Kolaborasi internasional: kerjasama antara pemerintah Indonesia, LSM internasional, dan universitas untuk melaksanakan dan mendanai proyek konservasi. Kerjasama ini juga melibatkan pertukaran pengetahuan dan sumber daya yang bisa memperkuat upaya konservasi.
  • Integrasi dengan kebijakan publik: mengintegrasikan upaya konservasi dengan kebijakan publik, seperti regulasi penggunaan lahan dan inisiatif pembangunan berkelanjutan, untuk mendukung pelestarian yaki di tingkat kebijakan dan praktik.

Elif Ivana Hendastari

Referensi:

  1. Lee R, Riley E, Sangermano F, Cannon C, Shekelle M. 2020. Macaca nigra. The IUCN Red List of Threatened Species 2020: e.T12556A17950422. https://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2020-3.RLTS.T12556A17950422.en
  2. Pariama AJ, Langi MA, Tasirin JS. 2022. Perilaku yaki (Macaca nigra) di kandang habituasi Gunung Masarang. Jurnal UNSRAT. 14(3).
  3. Hunawa DKD, Rmbang M, Marentek E. 2016. Kampanye pelestarian “yaki hitam” (Macaca nigra) oleh program selamatkan yaki di Kelurahan Batuputih Bawah  Kecamatan Ranowulu Kota Bitung. e-Journal “Acta Diurna. 5(2). 
  4. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (PERMEN LHK) Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018. 
  5. Feature image: Macaca nigra atau Yaki (Ari hidayat11 | CC BY-SA 4.0 DEED | Wikimedia)

Dukung satwa-satwa dilindungi Indonesia dengan membagikan kisah ini di sosial mediamu atau ikut berdonasi untuk satwa-satwa di pusat rehabilitasi kami dengan mengklik link di sini.

Kabar YIARI

7
Sep 12, 2024

Harapan Baru Ucil: Rela Berhenti Sekolah Demi Keluarga

Nama saya Perdi, biasa dipanggil Ucil. Saya berasal dari Dusun Beloyang Mentatai, tepatnya di kecamatan Menukung, Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat. Saya adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Usia saya saat ini 15 tahun. Sebagai anak pertama, saya rela tidak...

7
Sep 11, 2024

Biji Kopi, Sebuah Harapan di Tanah Batu Lapis

Di tengah bayangan kelam akan habisnya sumber daya hutan, muncul secercah harapan baru di Desa Batu Lapis. Deli, seorang pemuda desa yang dulunya hidup dari menebang kayu, kini menemukan cara lain untuk bertahan—melalui biji kopi. Langkah kecil yang ia ambil ini...

Artikel Terkait